Edwin Senjaya: Ideologi Pancasila Satukan Bangsa Indonesia Dalam Keberagaman
Ket Foto: Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Dr. H. Edwin Senjaya, S.E., M.M., saat menjadi narasumber acara pembukaan Sekolah Ideologi HMI Komisariat Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung, di Rooftop DPRD Provinsi Jawa Barat, Rabu, 19 Februari 2025. Robby/Humpro DPRD Kota Bandung.
BANDUNG, GEMA1.COM - Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Dr. H.
Edwin Senjaya, S.E., M.M., menjadi nara sumber dalam acara pembukaan Sekolah
Ideologi Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung
Djati Bandung, di Roof Top DPRD Provinsi Jawa Barat, Rabu, 19 Februari 2025.
Dalam forum itu, Edwin Senjaya memaparkan betapa pentingnya
individu atau kelompok termasuk organisasi menjalankan kehidupannya dengan
materi-materi ideologi Pancasila sejak di pikiran. Edwin menjelaskan, ideologi
berkaitan dengan sikap, pemahaman, cara pandang, dan ide. Ideologi ini juga
dipengaruhi dengan konsensus sebagian masyarakat yang ada di sebuah negara.
Ideologi yang dijalankan oleh sebagian masyarakat Indonesia
adalah ideologi Pancasila, yang merupakan konsensus bersama, sebuah ideologi
terbuka, yang mewakili kultur dan budaya dari banyak suku di Indonesia.
Edwin memaparkan, Indonesia adalah negara besar, dengan 17.830
pulau. Terdapat 1.340 suku daerah di Indonesia, sekitar 718 bahasa daerah,
belum termasuk dialek dan subdialek.
“Kalau kita kumpulkan semua, dan tidak memiliki cara pandang
yang tidak mempersatukan kita, akan menjadi apa Indonesia? Semua pergerakan
bersifat parsial, terpisah-pisah. Bayangkan kalau kita tidak punya ideologi
pemersatu layaknya Pancasila,” ujarnya.
Edwin menjelaskan, awal abad ke-20 menjadi titik tolak
bersatunya anak bangsa di bawah embrio Pancasila. Salah satunya melalui Sumpah
Pemuda. Kemudian secara simultan demi kemerdekaan negeri, para pendiri bangsa
melalui pergerakan dan diskusi memunculkan konsep ideologi Indonesia.
“Gerakan pemuda itu harus dilandasi oleh satu ideologi yang
bisa memengaruhi sehingga tidak salah jalan, dan tentu ideologi yang kita
miliki adalah ideologi Pancasila sebagai alat perekat dan pemersatu bangsa,”
tuturnya.
Ia menambahkan, yang dihadapi bangsa di era selepas
proklamasi adalah konflik-konflik yang terpicu oleh tarikan-tarikan kepentingan
pribadi atau golongan yang tidak mendasarkan argumentasinya pada ideologi
Pancasila. Termasuk kaitan konflik kelompok suporter sepak bola yang baru-baru
ini terjadi.
“Ketidakpahaman terhadap ideologi negara, akhirnya
urusan-urusan yang lebih kecil bisa mengganggu kepentingan yang lebih besar.
Oleh karena itu, pentingnya Pancasila dipahami untuk berorganisasi sebagai
landasan untuk membangun kepentingan yang lebih besar dan berdampak luas,”
ucapnya.
Selain itu, Edwin juga berpesan kepada peserta Sekolah
Ideologi untuk mencermati pergerakan asing yang mencoba mengusik nilai-nilai
Pancasila.
“Pancasila mengakui adanya agama. Dikuatkan melalui sila
pertamanya. Saat ini ada anak muda yang menyebarkan paham bahwa agama tak
diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini jelas keliru,” ujarnya.
Edwin menuturkan, Pancasila merupakan hasil konsensus bangsa
Indonesia yang dijadikan landasan dan falsafah bernegara di negeri ini.
“Kalau ingin memahami Pancasila, pahami konsep tokoh-tokoh
yang membuatnya. Bukan orang yang hidup di zaman sekarang yang punya
kepentingan pribadi dan kelompok, apalagi politik. Pahami secara utuh konsep
pemikiran dari Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Hadikoesoemo, Agus Salim, M. Natsir,
yang mereka bisa berdebat habis-habisan untuk membuat satu konsep yang paling
ideal yang sifatnya inklusif, dinamis, yang dari zaman ke zaman bisa
diterapkan, yakni Pancasila,” ujar Edwin. (ay)

Tidak ada komentar